Siem Reap, kota pelancong yang nyaman

ImageSaat berkunjung ke Angkor Archeology Park, pasti akan menyempatkan diri untuk bermalam di kota Siem Reap, dan berkesempatan untuk menikmati kota kecil ini setidaknya sehari saja. Akupun demikian, bahkan sengaja menyempatkan diri untuk tinggal 3 malam, karena mendapat referensi cukup baik mengenai Siem Reap yang sangat sayang dilewatkan.

Kami tiba di Siem Reap sekitar jam 8 malam, setelah menempuh perjalanan dari kota Phnom Penh sekitar 6 jam. Begitu turun dari bis, seorang bapak tua telah menunggu kami yang ternyata adalah utusan dari penginapan yang telah kami booking di Siem Reap, fasilitas gratis yang ditawarkan pengelola penginapan untuk menjemput tamunya. Dengan menggunakan tuk-tuk kami diantar menuju penginapan kami, cukup nyaman dan murah meriah di kawasan Wat Bo.

Penginapan kami seperti losmen kalo di Indonesia, kamar dengan faslitas AC, kamar mandi dalam, temapt tidur yang bersih, handuk, air mineral yang tersedia satu botol untuk tiap orang setaip hari, serta sarapan pagi yang lumayan untuk mengganjal perut dipagi hari. Lokasi penginapan kami walau tidak berada di pusat keramaian turis di kota Siem Reap tapi cukup dekat menjangkau kemanapun, sehingga tak menyulitkan kami. Penginapan inipun memberikan fasilitas free Wi Fi yang memungkinkan kami untuk terus berkomunikasi dan apdet informasi kepada sahabat-sahabat kami di tanahair.

Setibanya kami di penginapan, kami disambut seorang nyonya pemilik penginapan, seorang wanita yang ramah dan informatif. Beliau memberikan sebuah guidance book dan peta yang kami butuhkan untuk menikmati kota, dan dengan arahannya kami dapat memetakan prioritas kunjungan kami di Siem Reap berikut informasi yang kami perlukan mengenai Ankor Archeology park yang merupakan tujuan utama kunjungan kami di Kamboja.

ImageImage

Hari pertama kami di Siem Reap adalah berkeliling kota dengan menyewa sepeda. Harga sewa satu sepeda untuk satu hari adalah 1 USD, lumayan murah dan membuat perjalanan menjadi menyenangkan. Berbekal peta dari penginapan, kami mulai berkeliing kota. Pertama adalah Wat Bo, yang tak jauh dari penginapan kami. Wat BO merupakan kuil kuno yang dilihat dari bangunananya berumur ratusan tahun. Di lingkungan Wat Bo ini terdapat asrama para biksu, mungkin bila di Indonesia semacam lingkungan Pesantren dengan Masjid Tua sebagai Pusatnya. Selanjutnya kami mengarahkan sepeda kami menuju taman kota yang teduh di pusat kota, terdapat sebuah Wat kecil yang ramai dengan pengunjung yang berdoa, penjual bunga untuk sembahyang, Touris Information Center, walau kecil tapi informasinya lengkap dan Kediaman Raja yang bentuknya cukup sederhana dibandingkan dengan Royal Palace di Phnom Penh.ImageImage

Selain taman kota yang teduh, kota Siem Reap juga memiliki taman bantaran sungai yang sejuk dan indah. Sepanjang bantaran sungai yang bermuara di danau Ton Le Sap ini, dibuatkan taman-taman yang sejuk dengan kursi-kursi taman yang nyaman, cocok untuk bersantai menikmati hari atau sekedar membaca buku. Kami yang bersepeda saja menyempatkan rehat sejenak demi menikmati taman yang asri dibantaran sungai yang bersih.

Di sisi sungai ni terdapat sebuat Wat yang megah, Wat Preah Prom Rath, kami singgah karena terpesona oleh kecantikan dari Kuil yang berwarnawarni. Kami parkir sepeda di halaman muka dibawah pohon rindang. Memasuki lingkungan Wat Preah  Prom Rath berbeda dengan Wat Bo yang sebelumnya kami kunjungi. Wat ini lebih baru dan begitu penuh ornamen berwarna warni. Gambar butho dan ular berkepala tujuh mendominasi ornamen di kuil ini, selain itu juga terdapat bendera-bendera berwarna-warni yang berkibar riuh ditiup angin. Sayang Wat ini ditutup untuk pengunjung umum siang itu, sehingga kami tak dapat masuk ke dalam dan melihat lebih banyak selain yang kami nkimati di halaman Wat ini.ImageImage

Perjalanan kami siang itu berakhir di Old Market yang terkenal dengan pasar souvernir dan pasar tradisional masyarakat Siem Reap. Kami parkirkan sepeda kami di lahan yang tersedia dan melanjutkan dengan berjalana kaki berkeliling pasar.

Di sekitar old market terdapat banyak sekali hal menarik, selain pasar yang menawarkan aneka souvernir mulai dari yang standard seperti key chain, hiasan kulkas juga ada souvernir yang khas seperti tas-tas kain dengan sulaman cantik, kain-kain khas kamboja yang berbahan silk dengan warna-warna yang menarik juga ada. Bila lebih teliti ada juga semacam koin-koin kuno segala negara, selongsong peluru, nametag yang dari besi milik tentara dan benda-benda peninggalan perang lainnya. Bila berminat untuk membeli  souvernir siap-siap untuk tawar menawar dengan penjualnya.

Selain pasar, kami juga berjalan hingga ke pub-street, kawasan turis yang terkenal dengan penginapan dan tempat makan yang menggoda selera. Sepanjang jalan Pub Street berjejer toko-toko berragam dagangan digelar, mulai dari resto mungil yang nyaman yang menawarkan kuliner dari eropa hingga lokal dan toko buku bekas / used book biasanya buku-bukunya murah, juga beragam art shop. Siang hari di Pub Street tidak terlalu ramai, jadi kami hanya melewati sebentar saja, karena tujuan utama adalah makan siang.

Diantara deretan penjaja makanan, akhirya kami berhenti di salah satu penjual makanan lokal, karena bagaimanapun juga mencoba makanan lokal tetap menjadi prioritas utama dalam perjalanan di tempat baru. Tempat makan yang kami singgahi cukup nyaman, seperti di kawasan legian, Bali.  Begitu kami duduk, sebundel menu langsung menyita perhatian, ada beragam makanan yang ditawarkan. Karena kami muslim, jadi prioritas makanan lebih ke makanan yang halal, walau tidak ada jaminan yang menyatakan bahwa tempat makan ini benar-benar halal cara memasaknya, tapi setidaknya kami memilih jenis makanan halal, seperti ikan, ayam dan telur.

Usai makan, kami kembali berfokus pada peta yang kami miliki. Di sudut peta kami lihat ada lambang masjid, sehingga kami mengarahkan perjalanan kami menuju masjid tersebut yang berlokasi yang seberapa jauh dari Pub Street. Melalui lorong-lorong becek usai hujan siang tadi akhirnya kami menemukan masjid yang cukup besar. Alhamdulillah bisa shalat dengan nyaman.Image

Di masjid ini kami bertemu ustad firdaus, yang dengan terbata-bata beliau berusaha menyapa kami dengan bahasa melayu. Berbincang-bincang sejenak dengan beliau sungguh membuat kami merasa nyaman, beliau menjelaskan bahwa terdapat beberapa pemukiman muslim di Siem Reap, salah satunya adalah di Ton Le Sap yang mrupakan tujuan kami sore ini. Dan satuhal yang baru kami sadari adalah terdapat restoran muslim di belakang masjid, dan nanti malam kami meniatkan diri untuk makan malam disana.

Siang itu kami melanjutkan gowes sepeda, kali ini menuju Ton Le Sap, danau terbesar di dataran Indochina, bila memperhatikan di peta, danau Ton Le Sap akan tergambar jelas, dan aliran airnya akan mengalir hingga ke kota Phnom Penh. Perjalanan gowes siang itu mengikuti aliran sungai menuju huju. Sepanjang jalan yang cukup sepi kendaraan bermotor, kami melalui kampung-kampung yang suasananya tak jauh beda dengan kampung di Indonesia. Namun makin mendekati Ton Le Sap kondisi kampung terlihat sangat memprihatinkan. Rumah-rumah panggung berdiri diatas rawa yang dipenuhi pohon teratai. Rumah panggung terbuat dari gedeg dengan ukuran yang tidak besar dengan dapur di luar rumah dan kamar mandi seadanya berupa bilik setengah terbuka. Kondisi rumah panggung banyak yang memprihatikn bahkan menurutku tak layak huni saking reyotnya gubug yang berdiri. Di beberapa rumah tampak bendera partai berkuasa disertai toa besar yang senantiasa mengumandangkan pidato-pidato dalam bahasa khmer dan lagu kebangsaan. Penduduk desa Ton Le Sap beberapa tampak duduk-duduk santai dibale-bale sambil ngobrol santai, anak2 kecil bermain berlarian sepertinya hidup berjalan santai disini.

ImageImageImage

Diantara rumah-rumah panggung ini kami menemukan sebuah masjid kecil atau mushalla yang berdiri kokoh dengan bangunan permanen, terlihat begitu mencolok dibandingnkan bangunan lainya yang ada di sekitarnya.bangunannya tak besar tapi dengan kondisi bangunan lainnya yang Mushalla Ton Le Sap terlihat sangat berbeda. Persis di depan mushalla terdapat sebuah toko kelontong dan tersedia kursi santai dari marmer yang nyaman, lumayan untuk kami sekedar istirahat melepas dahaga seletalah sekitar dua jam gowes santai dari kota Siem Reap. Minuman segar yang tersedia langsung tandas tak bersisa dan kamipun santai sejenak, menikmati angin siang menjelang sore yang cukup sepoi-sepoi sebelum kembali melanjutkan gowes menuju danau Ton Le Sap.ImageImage

Perjalanan kami lanjutkan hingga akhirnya berakhir di sebuah lapangan besar yang dipenuhi dengan bis-bis wisata dan tuk-tuk carteran wisatawan dengan sebuah bangunan permanen di tepi sebuah sungai. Di ujung jalan kami terhadang pasar ikan dan kampung nelayan yang sangat becek, tidak memungkinkan untuk melanjutkan gowes diantara keramaian pasar dan kampung nelayan. Sepertinya perjalanan kami terhenti disini.

Kembali menuju bangunan yang terlihat baru tersebut, dan mendapatkan informasi bahwa untuk menuju danau Ton Le Sap kami harus menumpang kapal kayu dengan membayar sekitar USD 10 karena di musim kemarau, air sungai Ton Le Sap menyurut drastis, sementara di musim hujan, seluruh kampung akan digenangi air, karena itulah rumah-rumahnya berupa rumah panggung.Image

Bagi kami yang budget traveller, tidak siap untuk tambahan pengeluaran sebesar USD 10, sementara budget yang sudah disiapkan sebesar USD 20 akan digunakan untuk besok berkunjung ke Angkor Archeology Park. Sebenar bila kami sangat niat untuk menembus beceknya pasar ikan yang memanjang di sungai Ton Le Sap dan melanjutkan gowes hingga ke ujung pandangan mata, maka kami akan tiba di bibir danau raksasa Ton Le Sap, namun, mengingat hari yang menjelang sore, dan waktu tempuh untuk kembali ke Siem Reap sekitar dua jam, ditambah lagi besok kami harus bangun subuh demi mengejar sunrise di Angkor Wat, akhirya kami memilih untuk kembali ke Desa Ton Le Sap. Ada sebuah bukit yang menarik perhatian kami untuk di kunjungi.

Di bukit desa Ton Le Sap ini terdapat sebuah kuil kecil, dan kesanalah akhirnya kami menuju. Menapaki anak tangga yang lumayan bikin ngos-ngosan tibalah kami di puncak berupa kuil kecil. Beruntung di sore yang berawan ini, hujan urung turun, namun berdampak munculnya pelangi di langit, memberikan pemandangan indah yang kami nikmati dari atas bukit yang. Pemandangan dari bukit ini adalah danau Ton Le Sap yang nampak kecoklatan di ujung langit, pelangi di timur dan semburat langit mereka berwarna oranye menyambut matahari yang segera terbenam. Penat yang merambat akibata gowes seharian jadi mereda, tergantai keindahan pemandangan alam yang membayar peluh seharian. Kami bersantai sejenak menunggu matahari merapat di ufuk barat dan segera turun bukit untuk kembali memacu sepeda menuju Siem Reap.

ImageImageImageImageImage

Perjalanan gowes pulang kami kayuh sepeda dengan lebih cepat, berkejaran dengan semakin gelapnya jalan. Beruntung sepeda kami dilengkapi dengan lampu berdinamo, namun kayuhan kami menjadi lebih berat. Kayuhan yang lebih cepat, cukup membuat kami perlu rehat sekedar minum, dan pilihan kami jatuh pada setumpuk kelapa muda yang dijual di pinggir jalan. Alhamdulillah segaaar, ternyata selain kelapa yang tertumpak di pinggir ada stok kelapa dingin di dalam box es, sehingga yang dihidangkan adalah kelapa dingin yang langsung turut menyegarkan kami.

Malam itu kami melanjutkan gowes, dan begitu memasuki kota, kami langusung mengarahkan sepeda kami menuju kampung muslim untuk makan malam. Kami makan malam di muslim restoran milik ustad Musa, salah seorang pemimpin muslim di Siem Reap. Makanan dengan selera melayu sangat cocok di lidah kami dan bisa makan sepuasnya karena makanan disajikan ala buffet dengan free flow es the manis, masih ditambah buah segar sebagai penutupnya. Pak Ust.Musa juga menyempat ngobrol bersama kami dengang menggunakan bahasa melayu, sehingga mudah untuk sharing cerita, khususnya saat dark ages di awal tahun 1980.

ImageImage

Malam ini kami tutup dengan melihat kemeriah Pub Street, yang terkenal sebagai backpacker area. Malam hari d Pub street terlihat sangat meriah, beragam makanan ditawarkan dan juga ada nite market. Sepertinya besok malam kita akan menikmati daerah ini. Sebelum kembali ke penginapan, kita menyempatkan untuk mempir ke toko roti di ujung jalan dekat penginapan, roti-roti yang ditawarkan terlihat sangat menggoda dengan ukuran yang besar, beda dengan roti-roti yang biasa kita temukan di Jakarta yang ukurannya ‘pas’ untuk seorang.

Image

Yakin persiapan kita cukup untuk explore angkor archeology park besok, kamipun kembali ke hostel. Kita akan berangkat sebelum subuh demi mengejar sunrise di Angkor Wat.

14 pemikiran pada “Siem Reap, kota pelancong yang nyaman

    1. pas mo k siemreap d rekomendasikan tmn agar mluangkan waktu sehari mnikmati kota br d hari berikutnya kt k angkor.
      terimakasih sdh berkunjung d blogku y.salam kenal

    1. Salam.kenal juga.
      Kamboja negara yg mnyenangkan kog, supir tuk2 aja bs bh ingris. Makanan halal jg tak sulit mnemukanya

  1. Salam kenal mba elvy, dalam waktu dekat saya akan ke SR. Bisa minta detil info penginapannya? Kalo untuk 1 malam saja apa bisa, ya, mba? Karena saya mau lanjut ke HCMC. Trims sebelumnya 🙂

    1. Penginapan d SR bgs2 kog. Dl aku cr info pnginapannya d website canby lengkap tuh. Sbaiknya cr yg daerah pubstreet,biar gampang.kmna2

  2. Saya dengar H. Musa sekarang sudah meninggal dunia… Mereka disana welcome sekali orang orangnya. InshaAllah balik lagi kesana setelah baca tulisan ini, jadi ingat dan pengen lagi ke sana bawa keluarga.

Tinggalkan Balasan ke febryfawzi Batalkan balasan